Monday, April 17, 2017

pendidikan multikultural pai

BAB I

Pendahuluan
A.    Latar belakang masalah
Pendidikan Islam Multikulturalis, merupakan bentuk pendidikan yang  mempertegas adanya misi penyempurnaan akhlak dalam Islam (liutammima makarimalakhlak) yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.Pendidikan Multikultural, Pendidikan Islam memang merupakan suatu upaya pendidikan dan ajaran nilai-nilai Islam menjadi way of life seseorang.Namun demikian. Sebagai pandangan dan sikap hidup, nilai-nilai tersebut akan bisa berimplikasi positif maupun negatif, sebab penanaman konsep nilai semacam itu berpotensi mewujudkan pada sikap integrasi atau disintrgrasi, berpotensi mengarah pada sikap toleran atau intoleran. Fenomena-fenomena tersebut tidak menutup kemungkinan akan banyak ditentukan setidaknya oleh  pandangan teologi agama dan doktrin ajarannya; sikap dan perilaku pemeluknya dalam memahami dan menghayatai agama tersebut; lingkungan sosio-kultural yang mengelilinginya; dan peranan dan pengaruh pemuka agama, termasuk guru agama, dalam mengarahkan pengikutnya (Muhaimin, 2009 : 46)

PEMBAHASAN
A.    Apa Itu Islam
Jika kita perhatikan dalam kamus, arti kata islam tidak keluar dari makna inqiyad (tunduk) dan istislam (pasrah). (al-Mu’jam al-Wasith, 1/446).
Diantara penggunaan makna bahasa ini, Allah sebutkan dalam al-Quran ketika menceritakan penyembelihan Ismail yang dilakukan Nabi Ibrahim,
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِوَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُقَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا
Ketika keduanya telah pasrah dan dia meletakkan pelipisnya. Kami panggil dia, ‘Hai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi wahyu itu…(QS. as-Shaffat: 103)
Makna islam secara istilah tidak jauh dari makna bahasanya.
Imam Muhamad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan,
الإسلام هو الاستسلام لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة ، والبراءة من الشرك وأَهله
Islam adalah pasrah kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan mentaati-Nya, dan berlepas diri dari semua kesyirikan dan pelakunya. (Tsalatsah al-Ushul, 1/189)
Mengapa harus berlepas diri dari syirik?
Jelas, karena tidak ada manfaatnya orang yang mengaku islam, namun dirinya masih berbuat kesyirikan atau kekufuran. Sementara keduanya adalah lawan bagi ajaran islam.

Nama dari al-Quran

Allah ta’ala sendiri memberi nama agama ini dengan islam. Allah berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sesungguhnya agama yang diterima Allah, hanyalah islam. (QS. Ali Imran: 19)
Dalil tentang nama ini juga disebutkan dalam ayat yang lain.
Allah juga memberi nama pengikut islam dengan kaum muslimin. Allah berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah)telah menamai kamu sekalian dengan kaum muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam al-Quran ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia.. (QS. al-Hajj: 78)

Di Balik Nama Islam

Semua aliran dan semua agama punya nama. Dan jika kita perhatikan, hampir semua nama agama dan aliran itu kembali kepada sosok tertentu atau kelompok tertentu. Seperti nasrani, diambil dari nama bangsa Nashara, Yahudi diambil dari nama kabilah Yahudza, Budha diambil dari kata Budhis, dst.
Berbeda dengan islam. Nama ini tidak dikembalikan pada nama sosok atau tokoh tertentu atau suku tertentu. Karena nama ini menunjukkan isi ajarannya. Karena itulah, dalam sejarah agama, tidak dikenal istilah pencetus islam, atau pendiri islam. Disamping ajarannya lebih menyeluruh, bisa diikuti semua kelompok masyarakat.
(al-Islam: Ushul wa Mabadi, 2/105).

Islam Ada Dua

Dengan melihat definisi islam, yang intinya adalah pasrah dan tunduk pada semua aturan Allah, para ulama membagi islam menjadi dua,
Pertama, islam dalam arti umum
Yang dimaksud islam dalam arti umum adalah semua ajaran para nabi, yang intinya mentauhidkan Allah dan mengikuti aturan syariat yang berlaku ketika itu.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
الإسلام بالمعنى العام: هو التعبد لله بما شرع منذ أن أرسل الله الرسل إلى أن تقوم الساعة
Islam dalam arti umum adalah menyembah Allah sesuai dengan syariat yang Dia turunkan, sejak Allah mengutus para rasul, hingga kiamat. (Syarh Ushul at-Tsalatsah, hlm. 20)
Berdasarkan pengertian ini, berarti agama seluruh Nabi dan Rasul beserta pengikutnya adalah islam. Meskipun rincian aturan syariat antara satu dengan lainnya berbeda.
Diantara dalil mengenai islam dalam makna umum, dalam al-Quran, Allah menyebut Ibrahim dan anak keturunannya, orang-orang islam.
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. al-Baqarah: 132).
Allah juga mengingkari klaim sebagian orang bahwa Ibrahim penganut yahudi dan nasrani,
أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ
Kalian (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?” (QS. al-Baqarah: 140).
Kedua, islam dalam arti khusus
Islam dalam arti khusus adalah ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syariat beliau menghapus syariat sebelumnya yang bertentangan dengannya .
Imam Ibnu Utsaimin menyebutkan,
والإسلام بالمعنى الخاص بعد بعثة النبي صلى الله عليه وسلم يختص بما بعث به محمد صلى الله عليه وسلم لأن ما بعث به النبي صلى الله عليه وسلم نسخ جميع الأديان السابقة فصار من أتبعه مسلماً ومن خالفه ليس بمسلم
Islam dengan makna khusus adalah islam setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khusus dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Syariat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghapus semua agama sebelumnya. Sehingga pengikutnya adalah orang islam, sementara yang menyimpang dari ajaran beliau, bukan orang islam. (Syarh Ushul at-Tsalatsah, hlm. 20)
Pengikut para nabi terdahulu, mereka muslim ketika syariat nabi mereka masih berlaku. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, syariat mereka tidak berlaku, sehingga mereka bisa disebut muslim jika mengikuti syariat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagai permisalan, ketika ada orang nasrani yang mengikuti ajaran Isa lahir batin. Dia komitmen dengan ajaran paling otentik yang disampaikan Isa, kecuali satu masalah, yaitu ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, dia tidak mau mengikuti beliau, maka orang ini bukan muslim.
B.     Pendidikan Islam Multikultural
Pendidikan Islam Multikulturalis, merupakan bentuk pendidikan yang  mempertegas adanya misi penyempurnaan akhlak dalam Islam (liutammima makarimalakhlak) yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.Pendidikan Multikultural, Pendidikan Islam memang merupakan suatu upaya pendidikan dan ajaran nilai-nilai Islam menjadi way of life.Namun demikian. Sebagai pandangan dan sikap hidup, nilai-nilai tersebut akan bisa berimplikasi positif maupun negatif, sebab penanaman konsep nilai semacam itu berpotensi mewujudkan pada sikap integrasi atau disintrgrasi, berpotensi mengarah pada sikap toleran atau intoleran. Fenomena-fenomena tersebut tidak menutup kemungkinan akan banyak ditentukan setidaknya oleh  pandangan teologi agama dan doktrin ajarannya; sikap dan perilaku pemeluknya dalam memahami dan menghayatai agama tersebut; lingkungan sosio-kultural yang mengelilinginya; dan peranan dan pengaruh pemuka agama, termasuk guru agama, dalam mengarahkan pengikutnya (Muhaimin, 2009 : 46)
Fenomena-fenomena tersebut akan muncul apabila pandangan teologi agama dan ajaran yang dipegangi bersifat ekstrim, dibarengi dengan model pemahaman dan penghayatan agama yang simbolik, tekstual dan scriptural,karena penjelasan-penjelasan dan arahan dari para guru agama yang bersifat doktriner, rigid  dan mengembangkan sikap fanatisme buta serta dukungan oleh lingkungan sosio-kultural yang eksklusif, maka bisa jadi akan melahirkan sikap-sikap intoleran dan agama diposisikan sebagai faktor diintegratif atau intoleransi.
Dalam rangka merespons tantangan dunia pendidikan tersebut, maka pengembangan pendidikan sangatlah tepat apabila bisa diterapkan dalam dunia pendidikan (lembaga sekolah). Karena pendidikan multicultural sebagaimana disebutkan Ainurrafik Dawam, yakni proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghadapi pluralitas dan heterogenitanya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama) (Ngainun Naim & Achmad Sauqi, : 2010 : 50).[1]
Dengan demikian,  pendidikan seperti itu, peserta didik diharapkan memiliki rasa hormat dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia tanpa memandang latar belakang kehidupannya.
Secara terperinci, ada beberapa aspek yang dapat dikembangkan dari konsep pendidikan Islam pluralis-multikultural tersebut, antara lain : pertama, pendidikan Islam pluralis-multikultural adalah pendidikan yang menghargai dan merangkul segala bentuk keragaman. Kedua, pendidikan pluralis-multikultural merupakan sebuah usaha sistematis untuk membangun pengertian, pemahaman, dan kesadaran anak didik terhadap realita pluralis-multikultural yang ada. Ketiga, pendidikan pluralis-multikultural memberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya sense of self  kepada setiap anak didik.[2]
 Dengan demikian, pendidikan Islam pluralis-multikultural akan mampu menumbuhkan kearifan berpikir anak didik dalam melihat segala bentuk perbedaan, dan anak didik dengan leluasa memposisikan dirinya untuk mengapresiasikan potensi dan karakter yang dimilikinya.
Lebih lanjut, selain ketiga aspek tersebut menurut A. Malik Fadjar pendidikan Islam perlu untuk dikembangkan lagi ke arah : (1) pendidikan Islam Multikulturalis, yakni pendidikan Islam dikemas dalam watak multicultural, ramah menyapa pebedaan budaya, social dan agama; (2) mempertegas misi penyempurnaan akhlak (liutammima makarimalakhlak); dan (3) spiritual watak kebangsaan, termasuk spiritualisasi berbagai aturan hidup untuk membangun bangsa yang beradab (Muhaimin, 2009 : 47).
 Untuk mewujudkan upaya-upaya tersebut, diharapkan kepada guru selaku pendidik untuk mau berusaha meningkatkan, memperkuat serta memperluas wawasan keislaman peserta didik, karena dengan keluasan wawasan keislaman tentang  keberagaman, akan berimplikasi pada sikap husnudzan serta akan memiliki akhlakul karimah, baik terhadap sesama agama maupun kepada orang lain.
C.     Hadist Pendidikan Multikultural
1.    Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan semua hamba Allah bersaudara. Seperti yang dijelaskan dalam hadits di bawah ini :
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث ولا تحسسوا ولا تجسسوا ولا تحاسدوا ولا تدابروا ولا تباغضوا ، وكونوا عباد الله إخوانا
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA dari Nabi Muhammad SAW bersabda: Takutlah kalian terhadap persangkaan buruk, sesungguhnya prasangka buruk adalah seburuk-buruknya pemberitaan dan janganlah kalian mencari aib orang lain, mendengki, membenci dan saling bermusuhan. Dan jadilah hamba Allah yang saling bersaudara.”[12]

2.    Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan  tidak ada keutamaan dari orang Arab dengan bukan orang Arab. Semua suku bangsa baik Asia, Eropa, ameriaka, Kulit Putih atau kulit Hitam semuanya sama dihadapan Allah swt.
قال رسول الله يا أيها الناس ألا إن ربكم واحد و إن أباكم واحد ألا لا فضل لعربي على أعجمي و لا أعجمي على عربي و لا لأحمر على أسود ولا أسود على أحمر إلا بالتقوى (رواه أحمد)
Artinya : Wahai manusia sekalian, ketahuilah bahwa Tuhan kalian satu, bapak kalian juga satu, ketahuilah tidak ada keutamaan dari orang arab terhadap non arab, dan juga tidak ada keutamaan orang non arab dari orang arab kecuali ketakwaannya. (HR. Imam Ahmad).

3.    Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa agama yang dicintai Allah adalah agama yang lurus dan toleran.
حَدَّثَنِا عبد الله حدثنى أبى حدثنى يَزِيدُ قَالَ أنا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ الْحُصَيْنِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah saw. "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)"[13]

4.    Hadits Nabi Muhammad saw mengajarkan untuk menciptakan perdamaian dan rasa aman bagi kehidupan seluruh umat manusia tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antar golongan.
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ آذَى ذِمِّيًّا فَأَنَا خَصْمُهُ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ(أَخْرَجَهُ الخَطِيبُ)
Artinya : Dari Ibnu Mas’ud ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyakiti seorang kafir dzimmi, maka aku kelak yang akan menjadi musuhnya. Dan siapa yang menjadikanku sebagai musuhnya, maka aku akan menuntutnya pada hari kiamat.”

5.    Hadits Nabi Muhammad saw mengajarkan untuk menjalin komunikasi meskipun dengan non muslim.
إذا سلم عليكم أحد من أهل الكتاب فقولوا : و عليكم (رواه الترمذي و إبن مجه).
 Artinya, “Apabila salah seorang ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah denan ‘Wa’alaikum’.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah) 

6.    Hadits Nabi Muhammad saw mengajarkan untuk bersikap adil dengan memberikan hak secara proporsional.
يقول الله تعالى : يا عبادي! إني حرمت الظلم على نفسي و جعلته بينكم محرما فلا تظالموا (رواه مسلم)
Artinya : Allah SWT. berfirman “Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kedhaliman terhadap diriku sendiri, dan aku telah menjadikannya haram pula di antara kalian, maka janganlah saling mendhalimi.” (HR. Muslim)

Dari beberapa ayat Al-Quran dan Hadits nabi di atas dapat dipahami bahwa Multikulturalisme pada dasarnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Keanekaragaman yang ada bukan sebuah permasalahan namun justru menjadi suatu kekayaan yang bisa saling melengkapi dalam membangun peradaban masyarakat.
Kesimpulan
                 Pendidikan Islam Multikulturalis, merupakan bentuk pendidikan yang  mempertegas adanya misi penyempurnaan akhlak dalam Islam (liutammima makarimalakhlak) yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
 masyarakat multikulturalisme merupakan masyarakat yang mampu mengedepankan adanya berbagai keragaman budaya dalam lingkungan masyarakat luas dan meyakini bahwa keragaman tersebut merupakan suatu keniscayaan yang telah menjadi sunatullah yang tidak bisa diingkari.
Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan semua hamba Allah bersaudara. Seperti yang dijelaskan dalam hadits di bawah ini :
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث ولا تحسسوا ولا تجسسوا ولا تحاسدوا ولا تدابروا ولا تباغضوا ، وكونوا عباد الله إخوانا
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA dari Nabi Muhammad SAW bersabda: Takutlah kalian terhadap persangkaan buruk, sesungguhnya prasangka buruk adalah seburuk-buruknya pemberitaan dan janganlah kalian mencari aib orang lain, mendengki, membenci dan saling bermusuhan. Dan jadilah hamba Allah yang saling bersaudara.”[12]


DAFTAR PUSTAKA

Naim, Ngainun & Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, Cetakan II, 2010.

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Revisi), Jakarta : Bumi Aksara, Cetakan Kelima, 2010.



[1] Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Revisi), Jakarta : Bumi Aksara, Cetakan Kelima, 2010. Hal 12

[2] Ngainun Naim & Achmad Sauqi, : 2010 : 54).

No comments:

Post a Comment